Headlines News :

Entertainment

Home » » Bangkit

Bangkit

Written By rumah karya on Selasa, 12 Oktober 2010 | 16.34

Bangkit itu darah Palestina yang memuncrat di tembok-tembok bisu rumah, mepertahankan jiwa dan tanah air mereka. Bangkit itu derai air mata mereka –rakyat Palestina- yang mengguyur tanah kering yang diinjak-injak Zionis Yahudi laknatullah. Bangkit itu nyawa Mahasiswa Trisakti yang menggelinjang, ditembak aparat keparat orde baru. Bangkit itu gatal tangan kotor Israel yang selalu digaruk. Tangan yang tak pernah menyetuh air. Tangan yang selalu berlumur merah darah Palestina. Tangan yang tak tahan melihat Palestina bebas mengepak-ngepakkan sayapnya, terbang bebas di angkasa.
Bangkit itu muka tembok Amerika yang tak pernah jera atau malu pada dosa, menghancurkan mereka yang tak mau tunduk atau patuh pada perintah. Dalih-dalih “Terorisme,” dalih-dalih “keamanann dunia.” Setelah semua hancur berserakan, dengan sekenanya mengatakan salah duga, tak sengaja, atau tak lainnya-lah. Setelah Afganistan lebur, setelah puing-puing menjelma jalanan curam, runcing-runcing reruntuhan. Muka tembok itu masih saja menacari-cari celah kesalahan dengan isu-isu tanpa landasan.

Bangkit itu angka, bangkit itu harga, bangkit itu nyawa, harta dan jiwa. Bangkit itu keringat para pahlawan yang tak henti-hentinya tumpah, berjuang memerdekakan tanah air Indonesia dari penjajah, walau berkalang tanah, Cut Tjak Dien yang ‘tak pernah gentar melawan Belanda bersenjata misalanya. Bayangkan! seorang wanita yang demi kehormatan bangsanya, rela berjuang mati-matian. Keluar hutan bergeriliya bersama sang suami Cut Ditiro, suami kedua. Setelah suami pertama gugur di tangan kotor Belanda, Teuku Ibrahim Lamnga.
Bangkit itu butuh perjuangan. Bangkit itu Hasan al-Bana yang terus berupaya mewujudkan tataran Islam di negeranya, Mesir. Bukan kapitalis yang di usung Barat. Tidak mudah memang untuk melakukan semua, tapi itulah, demi kebangkitan, beliau rela. Hatta nyawa jadi taruhan. Beliau syahid ditembak rezim yang merasa tergerogoti eksitensinya, raja Faruk.
Bangkit itu bocah dua puluh satu tahun -Muhamad al-Fatih- yang berhasil menghancurkan kekuatan imperium Romawi. Kekuatan yang tak terkalahkan pada masanya. Berbagai kegagalan telah ditemukan untuk membebaskan. Tapi itulah, seorang Muhammad al-Fatih mampu menerobos regol (gerbang), menginjakkan kaki di tanah kering akan Iman ini, dan shalat didalamnya.
Bangkit itu tidak seperti roda mobil yang menggelinding di aspal jalanan. Yang bisa melaju semauanya. Bangkit itu melewati duri-duri berserak, yang mesti diinjak, jika tidak ingin kepahitan ditemukan. Jika tidak rela kaki berlumuran darah, tunggulah! Nantilah! samapi duri itu busuk, lapuk detelan tanah. Jangan harap kenyataan itu akan sama dengan mimpi yang mengelayut-layut dalam memori. Karena semuanya sudah hancur berserakan. Yang akan ditemui hanya puing-puing penyesalan yang tak ada harga lagi, basi, busuk, layu, mati.
Bangkit itu butuh keberanian dan nyali. Bangkit itu adalah Soekarno yang dengan lantang menolak imperialisme barat dengan pernyataan tegasnya, “Go to hell with your aid!” Ia tak pernah gentar. Karena dia memang punya nyali, karena memang dia pemberani.
Bangkit itu terkadang juga kekejaman. Tengoklahlah pembantaian kejam yang dilakukan Salibiyyin terhadap empat puluh ribu umat Islam Palestina. Mereka tega menghabisi mereka –umat Islam Palestina- yang sama sekali tak berdosa. Tak pandang bulu, tua-kecil, laki-laki-wanita, semua dienyahkan keperut bumi. Menyedihkan memang! Tapi itulah, demi kebangkitan, mereka rela menghilangkan sifat ke-manusiawiannya. Ya! Mereka ingin menempati kembali tanah suci yang telah dibebaskan khalifah Umar bin Khatab.
Bangkit itu tidak seperti durian mateng yang runtuh berjatuhan dari dahan. Bangkit itu bukan jengkol tua yang menggelantung di pohon. Meski tua tak pernah ia mau menyentuh tanah. Tapi, ia harus diambil, dipanjat, barulah ia akan berguguran. Bangkit itu butuh gerak dan langkah yang besar untuk menggapainya. Hawa kemerdekaan yang dihirup saat ini, mahal harganya. Beribu nyawa telah hilang melayang. Ini bukti bahwa kebangkitan itu tidak mudah. Untuk itu sudah selayaknya kita generasi muda menghargai jarih payah mereka –para Pahlawan-.
Bangkit? Bisa. Tidak mudah! Butuh perjuangan! Butuh pengorbanan! Jika ingin bangkit, harus rela semua itu, walau harus menginjak duri yang berserak.
Bangkitlah!


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Template Information

Label 6

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bilik Foto - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template